Kuliah Tamu Bioinformatika bersama Prof. Dr. Axel Kilian (SES Jerman)
Bioinformatika sering kali menjadi jembatan kompleks antara ilmu hayati dan teknologi informasi. Untuk memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai interseksi kedua bidang ini, Prodi Biologi, FST menyelenggarakan Guest Lecture bertajuk "Bioinformatics" pada Rabu (19/11). Acara ini menghadirkan Prof. Axel Kilian, pakar matematika dan metode komputasi yang memiliki pengalaman praktis di industri bioinformatika. Dalam kuliah ini, Prof. Axel tidak berbicara sebagai seorang biolog murni, melainkan memberikan perspektif unik dari sudut pandang ilmuwan komputer. "Dalam kacamata informatika, DNA dipandang sebagai untaian (string) data yang terdiri dari empat karakter utama: A, G, C, dan T," paparnya mengawali sesi.
Prof. Axel menjelaskan konsep dasar bagaimana kode genetik diterjemahkan menjadi protein melalui proses transkripsi dan translasi. Ia juga menyinggung fenomena Protein Folding, di mana kesalahan dalam proses pelipatan protein dapat berakibat fatal, seperti pada kasus Penyakit Sapi Gila (Mad Cow Disease). Inti dari materi yang disampaikan berfokus pada algoritma Sequence Alignment yang digunakan untuk membandingkan rantai DNA atau protein guna melihat tingkat kemiripan (similarity) dan mendeteksi mutasi. Prof. Axel membedah dua algoritma legendaris yang menjadi fondasi bioinformatika:
- Algoritma Needleman-Wunsch: Digunakan untuk penyelarasan global (global alignment) pada rantai dengan panjang setara.
- Algoritma Smith-Waterman: Digunakan untuk penyelarasan lokal (local alignment) guna mencari pola spesifik dalam rantai yang lebih panjang.
"Sistem skor dalam algoritma ini, termasuk gap penalty dan substitution penalty, bukan sekadar hitungan matematika, melainkan representasi dari logika biologis dan evolusioner," jelasnya.
Sesi diskusi berlangsung hangat ketika membahas tren Artificial Intelligence (AI). Prof. Axel memberikan pandangan kritis bahwa istilah AI seringkali hanya menjadi buzzword. Ia menyebut Large Language Models (LLM) seperti ChatGPT sebagai "burung beo stokastik" (stochastic parrots) yang mengulang informasi tanpa memahami konteks. Namun, di sisi lain, beliau mengakui potensi besar Neural Networks (Jaringan Saraf Tiruan) dalam dunia medis, khususnya untuk diagnostik membaca hasil rontgen atau deteksi kanker yang terbukti sangat akurat.
Menutup perkuliahan, Prof. Axel memberikan analogi menarik mengenai hubungan antara biolog dan tools pemrograman. "Menggunakan tools bioinformatika seperti BLAST tanpa memahami algoritmanya ibarat mengemudi mobil tanpa mengerti cara kerja mesinnya. Anda tetap bisa sampai tujuan, tetapi memahami 'mesin' di baliknya akan membantu Anda memilih alat yang tepat dan menghindari kesalahan interpretasi data," pesannya. Kuliah tamu ini diharapkan dapat membuka wawasan mahasiswa bahwa data biologis dapat diolah dan dianalisis menggunakan logika algoritma yang kuat, membuka peluang riset interdisipliner yang lebih luas di masa depan.